Rabu, 21 Desember 2011

jalan mulus lingkar selatan

                                  JLS tahap dua, pangkal barat di ds.sukokulon (jl.raya Pati-Kudus)
                                                                 (foto 20/12/2011)


Bergembiralah yang langganan melintasi kota Pati, karena Jalur Lingkar Selatan (JLS) sebagian ruas sudah jadi dan sisanya masih dalam pengerjaan. Dibagian timur berawal dari Desa Widorokandang (jl.raya Pati-Juwana) hingga ke barat pangkalnya di Desa Sukokulon (jl.raya Pati-Kudus). JLS yang sudah membelah daerah selatan Kota Pati dan merelakan penggunaan sekitar 450 hektar lahan pertanian untuk diubah menjadi jalan dengan dana miliaran rupiah ini tentunya akan membawa manfaat lain disamping akan mampu mengurai kemacetan lalulintas pantura yang melewati kota Pati, juga akan meningkatkan kelancaran perekonomian lainnya. Jalan sepanjang sekitar 13 km an ini menggunakan dana APBD 2008, 2009, dan dana pemerintah pusat. Pembangunan tahap pertama menggunakan sekitar Rp 74 miliar. Selain dari APBD, Bupati yang menjabat saat itu pernah mengatakan janji dana pemerintah pusat untuk JLS ini kisaran 10 miliaran rupiah. Sejak dibangun sekitar pertengahan 2008, pembangunan tahap pertama oleh Pemkab Pati sudah selesai dari Desa Widorokandang Kec.Pati hingga Desa Ngantru Kec.Gabus sepanjang 4,225 km dengan lebar 32 meter, dikerjakan PT. Bumirejo dari Banjarnegara, dengan nilai kontrak Rp. 74,9 Milyar. Dan pada Agustus 2009 hasil pengerjaan tahap pertama sudah dapat digunakan. Sedangkan pembangunan tahap dua saat ini sedang dikerjakan. Dari Desa Ngantru kec.Gabus hingga Desa Sukokulon kec.Margorejo. Pembangunan JLS Kota Pati yang tersisa 8,3 KM, Pemerintah Pusat melalui Dirjen Bina Marga DPU, telah menganggarkan untuk pengerjaan badan jalan satu jalur dengan biaya Rp. 17,17 milyar sejak tahun 2007 hingga 2009.  (kabarepati).

                              JLS tahap dua sedang dalam pengerjaan, sebelah utara jembatan Tanjang
                                                                     (foto 20/12/2011)

* dari berbagai sumber

Senin, 19 Desember 2011

krupuk murah meriah

                                                                          krupuk trasi

Ditengah berita di negeri ini industri krupuk pada gulung tikar, hal ini tidak berlaku bagi home industri krupuk di Pati. Salah satunya krupuk trasi yang diproduksi dari beberapa desa di Pati. Bagi skala industri rumahan, ada yang pemasarannya sebatas memenuhi kebutuhan krupuk di dalam desa sendiri dan desa sekitarnya. Bagi industri skala menengah mungkin sudah bekerjasama dengan para pemasar dan diambil oleh para "bakul". Kalau kita memasuki warung makan dan menjumpai bungkusan kecil seharga 500 an rupiah, itulah krupuk produksi lokal di Pati. Murah bukan?. Krupuk berbahan dasar pati telo. Sebagai asesoris di warung makan dan sebagai cemilan kita menunggu pesanan makanan. Namun tidak jarang ketika bertanya pada penjual dari mana krupuk ini,  kita akan mendapat jawaban bahwa krupuknya dari kota tetangga.
                                                                        krupuk lala

Teksturnya lebih tipis, bening, sedikit ada bintik-bintik mricanya, dan lebar. Yang ini jarang dijumpai di warung karena kurang tahan lama. Namun begitu tetap saja ada yang memproduksi di Pati ini. Ketika dibungkus plastik tipis akan kurang tahan lama. Cocok buat asesoris makan di rumah saja. Kalaupun ada di warung, harganya pun relatif sama yakni 500 an rupiah. Orang biasa menyebutnya krupuk lala. Berbahan tepung trigu. Kriuk. Begitu bunyi ketika digigit. (kabarepati, 19/12/2011).



Sabtu, 17 Desember 2011

jalan sehat ala kerikil tajam

                                                      sensasi tapak kaki injakkan kerikil tajam

Masyarakat kini sudah jarang yang terlihat berjalan kaki "nyeker" tanpa alas kaki. Rasanya memang aneh bila kemana-mana berjalan nyeker ketika sandal dan sepatu mudah didapat. Kalau jaman pasca kolonial dulu memang hanya orang berduit saja yang bersandal dan bersepatu. Namun kini hampir semua orang mampu membeli dan mendapatkannya. Lain dulu lain sekarang. Kalau dulu dipandang sebagai asesoris dan untuk menunjukkan kelas. Kini jalan "nyeker" dilakukan demi kesehatan. Dimana kesehatan tidak memandang kelas, dan tidak pandang bulu si miskin atau kaya. Sehat itu mahal. Karena ketika jatuh sakit minta ampun mahal obatnya. Begitupun berolahraganya harus ke gym yang harus membayar terlebih dahulu. Sehat itu murah. Melalui kegiatan "nyeker' sederhana tanpa bayar alias gratis, bila dilakukan dengan rutin insyaallah akan berdampak bagus bagi kesehatan. Kegiatan "nyeker" hanya dapat kita temui di Stadion Joyokusumo tiap Minggu pagi. Kerikil tajam halus sengaja ditanam ditempel dan dibuat menyerupai trotoar khusus pejalan kaki.
                                              jalan santai di kerikil tajam stadion Joyokusumo

Tiap Minggu pagi, disisi Stadion Joyokusumo sudah ramai dikunjungi orang. Salah satunya jalan nyeker di trotoar berkerikil tajam. Memerlukan sekitar 20an menit menyusuri jalan setapak bergerigi itu. Bagi yang pertama kali dan terbiasa beralas kaki, tidak akan mampu berjalan dengan cepat, akan terasa geli campur sakit. Akan terasa lebih akrab bila berjalan bersama teman atau keluarga. (kabarepati, 18/12/2011).

"ular persatuan" rekor dunia

                                  formasi "ular-ularan" siswa sekolah di depan stadion Joyokusumo

Para siswa dari berbagai sekolah menengah pertama dan tsanawiyah kabupaten Pati, Minggu pagi  18 Desember 2011, berkumpul di depan stadion Joyokusumo dalam rangka "ular persatuan rekor dunia". Entah apa yang dimaksud dengan istilah itu, yang jelas dalam pidato sambutan perwakilan pemkab Pati diharapkan warga Pati khususnya bisa bersatu, kompak, dan taat kepada hukum. Disertai pekikan "Pati bisa.. !! ". Bisa melakukan sesuatu untuk keselamatan bangsa dan khususnya demi Kabupaten Pati.

                               Perwakilan Pemkab Pati, Ormas Pemuda Pancasila, dan Siswa Sekolah

Terselenggaranya acara tersebut karena dari berbagai dukungan. Acara tersebut diselenggarakan oleh University Club Indonesia Kabupaten Pati dengan ketuanya Ahmad E. P. dan sekretariatnya di Jakenan. Acara berkumpulnya para siswa ini dapat menumbuhkan rasa kebersamaan diantara para siswa. Ketika tumbuh dewasa nanti sifat-sifat kebersamaan dan kekompakan akan tetap terbawa.

                                                      ketua panitia di depan para siswa

Sekitar hampir seribu siswa sekolah hadir di acara "ular persatuan rekor dunia" ini. Acara yang dimulai pukul 07.30 pagi ini hingga pukul 09.00 an berlangsung tertib walau di bawah panasnya sinar mentari. (kabarepati, 18/12/2011).

   

tiwul and ketimel

                                                            tiwul beralaskan daun pisang
Ketika mampir di kota Pati belum pas rasanya kalau belum merasakan "tiwul". Tiwul memang banyak dijumpai di kota lain di Jawa Tengah khususnya dan sudah akrab sejak jaman kolonial. Memang jaman dulu sebagai pengganti makanan pokok dari beras. Berbahan gaplek yang ditumbuk atau tepung tapioka. Dari pada ribet dan bingung cara membuatnya, tiwul ini dapat dibeli di sentra pasar di kota Pati seperti di pasar Rogowangsan dan pasar Puri, dapat pula di pasar dadakan di pinggir-pinggir jalan. Satu "tum" bungkusan daun pisang seharga 500 rupiah. Murah bukan?. Makanan ramah kesehatan dan tetap eksis ditengah berbagai macam makanan olahan berbahan zat kimia di masa kini. Alih-alih katanya dapat membantu mengurangi sakit maag, harganya pun memang murah. Seiring dengan slogan back to nature.

                                                            ketimel beralaskan daun pisang

Jikalau tiwul berwarna aslinya agak kekuningan, lain pula "ketimel" yang berwarna coklat kehitaman. Makanan ini berbahan sama, hanya teksturnya lebih lembut dan kenyal. Satu " bungkus daun pisang harganya 500 rupiah juga. Biasanya ketimel ini dijajakan bersama jajanan pasar lainnya. Cocok buat santapan di pagi hari. (kabare pati, 17/12/2011)