Masyarakat kini sudah jarang yang terlihat berjalan kaki "nyeker" tanpa alas kaki. Rasanya memang aneh bila kemana-mana berjalan nyeker ketika sandal dan sepatu mudah didapat. Kalau jaman pasca kolonial dulu memang hanya orang berduit saja yang bersandal dan bersepatu. Namun kini hampir semua orang mampu membeli dan mendapatkannya. Lain dulu lain sekarang. Kalau dulu dipandang sebagai asesoris dan untuk menunjukkan kelas. Kini jalan "nyeker" dilakukan demi kesehatan. Dimana kesehatan tidak memandang kelas, dan tidak pandang bulu si miskin atau kaya. Sehat itu mahal. Karena ketika jatuh sakit minta ampun mahal obatnya. Begitupun berolahraganya harus ke gym yang harus membayar terlebih dahulu. Sehat itu murah. Melalui kegiatan "nyeker' sederhana tanpa bayar alias gratis, bila dilakukan dengan rutin insyaallah akan berdampak bagus bagi kesehatan. Kegiatan "nyeker" hanya dapat kita temui di Stadion Joyokusumo tiap Minggu pagi. Kerikil tajam halus sengaja ditanam ditempel dan dibuat menyerupai trotoar khusus pejalan kaki.
jalan santai di kerikil tajam stadion Joyokusumo
Tiap Minggu pagi, disisi Stadion Joyokusumo sudah ramai dikunjungi orang. Salah satunya jalan nyeker di trotoar berkerikil tajam. Memerlukan sekitar 20an menit menyusuri jalan setapak bergerigi itu. Bagi yang pertama kali dan terbiasa beralas kaki, tidak akan mampu berjalan dengan cepat, akan terasa geli campur sakit. Akan terasa lebih akrab bila berjalan bersama teman atau keluarga. (kabarepati, 18/12/2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar